Mereka mengeluarkan peringatan tentang potensi hujan ekstrem yang akan terjadi pada tanggal 2-7 Februari 2025.
“Ini terkait dengan munculnya awan siklon tropis baru di perairan Laut Hindia dan kemungkinan dapat membahayakan kapal atau masyarakat baik langsung maupun tidak langsung,” kata Ketua BMKG Dwikorita Karnawati, Sabtu malam (1/2).
Dwikorita menjelaskan bahwa saat ini sebagian besar wilayah Indonesia, termasuk Jabar masih berada di puncak musim hujan hingga akhir Februari atau Maret, yang masih dipengaruhi angin muson dari Asia yang makin kuat dan disertai dengan La Nina lemah yang diduga berlangsung hingga bulan Maret-April.
Selanjutnya terdapat pengaruh MJO yang bergerak ke arah Indonesia sektor tengah dan pengaruh udara dingin dari Asia atau Siberia tinggi, yaitu dataran tinggi.
“Pernyataan ini terjadi sejak beberapa hari yang lalu, meski masalah harga gemeela di beberapa daerah Indonesia pagar masih berlaku dan pengaruh gelombang ekuator belum berubah dalam seminggu mendatang, tapi perlu dicatat, munculnya gangguan angin tropis di tiga spot,” kata dia.
Bibit siklon yang muncul di antaranya adalah 90S di Kabupaten NTT-NTB, 96P di Teluk Karpentaria Papua, dan yang sedang mendekati Jawa adalah 99S di Selatan Banten.
“Aku sebutkan ‘pemain baru’ selain kondisi beberapa hari ini,” ucapnya.
Dalam hal adanya bibit siklon tropis ini, diwaspadai adanya potensi hujan yang intensitasnya lebat yang dapat berkembang menjadi sangat lebat dan ekstrem di
- Papua
- Nusa Tenggara Timur
- Nusa Tenggara Barat
- Bali
- Jawa Timur
- Jawa Tengah
- Daerah Istimewa Yogyakarta
- Kalimantan Utara
- Kalimantan Timur
- Maluku Utara
- Jawa Barat
- Jambi
“Selain hujan yang dapat sangat deras dan berpotensi menjadi ekstrem, kami juga harus siap melihat angin kencang dan gelombang laut yang mencapai 2,5 meter hingga 4 meter di Selat Hindia dari Bengkulu hingga NTT, termasuk Jabar,” kata dia.
BMKG mengingatkan pemerintah daerah dan pihak terkait untuk mempersiapkan diri menghadapi potensi bencana hidrometeorologi lembap seperti banjir bandang hingga tanah longsor.
“Masyarakat juga harus siap untuk menghadapi keadaan darurat. Mitigasi nyata adalah bagaimana mengenali cuaca akur dan mengenali lingkungan sekitar tempat tinggal. Misalnya, ketika mendapati awan mendung di tanggulau, sebaiknya segera menjauh dari tepi sungai sekitar beberapa kilometer. Jika hujan sudah dekat dengan lereng, segera siap untuk melindungi diri. Dengan mengenali dua hal ini, itu merupakan lebih dari 75 % upaya untuk mengurangi dampak bencana karhutla,” kata Dwikorita.
Pak Guswanto, Plt Sestama BMKG, menyebutkan bahwa dalam aktivitas cuaca yang terjadi, mereka juga mengamati tumbuhnya awan kumulonimbus di masa depan, periode 2-7 Februari 2025, yang mencakup 50-75 persen wilayah Samudera Hindia, Selat Malaka, Aceh, Sumatera Utara, Laut Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Laut Banda, Papua Barat, dan Papua.
“Awan dengan laju angin yang membawa jerami lebih dari 75 persen sangat berbahaya bagi jalur penerbangan ada di Samudera Hindia Selatan, di dekat Jawa, di sekitar Aceh, Laut Flores, Laut Banda, lalu di Samudera Pasifik Utara bagian belahan bumi Indonesia yang lebih dekat dengan Papua, dan di Laut Arafuru,” katanya.