Salah satu kasus pagar laut di Kabupaten Tangerang mengekspos perolehan sertifikat hak guna bangunan (SHGB) dan sertifikat hak milik (SHM) di daerah pesisir lain seperti Subang dan Makassar. Bagaimana modus operandi ilegal yang melibatkan penerbitan surat kepemilikan di laut tersebut?
Para ahli hukum agraria dari Universitas Gadja Mada (UGM), Yance Arizona, jelas menegaskan bahwa kawasan laut tidak dapat dijadikan objek sertifikat tanah, baik sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) maupun sertifikat Hak Milik (SHM).
“Sesuai Peraturan tidak boleh ada zona SHG-B hingga SHM di laut, jenis zona apa itu? Tidak ada,” kata Yance kepada BBC News Indonesia pada Sabtu (01/02).
Salah satu alasan utama mengapa wilayah laut tidak bisa dijadikan subjek sertifikat tanah adalah karena wilayah pesisir tersebut bukanlah milik pribadi, melainkan wilayah umum yang tidak dapat dijamin hak milik pribadi, kata I Gusti Agung Made Wardana, seorang pakar hukum lingkungan UGM.
Regulasi itu seringkali dilalui pihak pejabat dan pemerintah di bidang tanah dengan alasan adanya bencana abrasi, menurut Manager Kampanye Lingkungan Hidup dan Pembangunan, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Nasional Dwi Sawung.
Dengan alasan abrasi, kata “Sawung” (sementara) sertifikat tanah dapat dirubah dengan alasan bahwa sebidang area dulunya merupakan lahan yang kemudian berubah menjadi perairan.
Berdasarkan berbagai dokumen ini, maka Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) dan lembaga di bawah naungannya mengeluarkan berbagai sertifikat tanah.
Sekitar area pagar laut di Tangerang.
Tentang Pengelolaan, Hak Milik Tanah, Apartemen, dan Registrasi Tanah.
Atas dasar peraturan ini, katanya, pedalaman dapat dilakukan reklamasi pada tanah yang dikalahkan oleh tsunami dan merupakan bagian dari UU Cipta Kerja yang mendukung kepentingan investasi.
SHM hingga SHGB ‘menggelar diri’ di selat Tangerang hingga Makassar.
Pemerintah menemukan 263 ekstensi hak guna bangunan (SHGB) dan 17 titel hak milik (SHM) di wilayah pagar laut Kelurahan Kohod, Kecamatan Pakuhaji, Kabupaten Tangerang, Banten. Totalnya lebih dari 410 hektare.
Dari jumlah itu, 234 sertifikat kepemilikan miliid laut dipegang oleh PT Intan Agung Makmur dan 20 bidang atas nama PT Cahaya Inti Sentosa. Pada totalnya, pagar laut membentang sepanjang 30,16 kilometer di perairan Tangerang.
Penelusuran BBC News Indonesia menunjukkan dua perusahaan tersebut, secara langsung maupun tidak langsung, dimiliki oleh PT Agung Sedayu serta beberapa entitas lain yang dikendalikan oleh keluarga konglomerat Sugianto Kusuma, yang juga dikenal sebagai Aguan.
Berhasil bersama Salim Group, Agung Sedayu Group mengembangkan Kawasan Pantai Indah Kapuk (PIK) 2, yang berbatasan dengan titik awal pagar laut di Dusun Tanjung Burung, Kecamatan Teluknaga, Kabupaten Serang (agakki, Tangerang).
Tidak jauh dari pagar laut itu, Agung Sedayu Group juga mengancam mengembangkan PIK Tropical Coastland, proyek yang telah masuk dalam daftar proyek strategis nasional (PSN) sejak Maret 2024.
Kuasa hukum Agung Sedayu Grup mengaku bahwa SHM dan SHGB yang dimiliki oleh anak perusahaannya dahulu adalah tanah, sekarang telah berubah menjadi
Belum lama ini, pagar laut di Tangerang menciptakan kehebohan, sekarang pagar laut telah muncul di wilayah lain. Berdasarkan informasi, pagar laut tersebut juga telah didukung oleh sertifikasi legal.
Berikut adalah isi dan konteks yang tidak diubah dengan text asli, baik quoat maupun angka-angkaarringan lisan : Lokasireklamasi masih punya PT Tunas Ruang Pelabuhan Nusantara (TRPN). Mendikbud telah menyegel lokasi dihubungi oleh pasar dan pemerintahraya dan residnya.
Terlebih dahulu adalah PT CL dengan luas 509,7 hektare, kemudian PT MAN dengan 268 bidang dan luas 419,6 hektare. Sertifikat itu dikeluarkan pada waktu yang berbeda, yaitu antara tahun 2012 dan 2017.
Di Jawa Barat, tak hanya di Cirebon, sertifikat pagar laut juga ada di perairan Subang. Bahkan di perairan ini, SHM yang dikeluarkan mencapai 460 hektare.
PTISP juga menerbitkan sertifikat tanah untuk program Tanah Objek Reforma Agraria (TORA) pada tahun 2021.
Sertifikat seperti di laut ditemukan juga di perairan Sidoarjo, Jawa Timur.
Terdiri dari tanah liar milik PT Surya Inti Permata seluas 285 hektare, PT Semeru Cemerlang 152 hektare, dan PT Surya Indi Permata dengan luas 219 hektare.
Baca juga:
Surat izin pertama dan kedua dikeluarkan pada tahun 1996 untuk perusahaan pertambakan, namun karena pengikisan pantai, peternakan tersebut dapat dikatakan tenggelam di tengah lautan.
untuk reklamasi dan pengembangan daerah perekonomian.
Bandingkan dengan di Pulau Jawa, Surat Hambatan Garis Batas (SHGB) juga beserta tetanggaannya ini dikeluarkan di perairan Makassar, dengan lebar 23 hektare. Dokumen yang disebut baru diterbitkan sejak 2015.
Beberapa wilayah lain akan ditinjau sertifikat hutan rakyat mereka, seperti Kabupaten Sukabumi, Sumenep, dan Kabupaten Bungo.
Apakah laut dapat mencapai SHGB hingga SHM?
Banyaknya penerbitan sertifikat di laut membawa pertanyaan tentang apakah laut bisa mendapatkan sertifikat, termasuk sertifikat Hukuminimus Badan Hak Milik (SHBG) dan Hak Milik Dalam Kepemilikan Bersama (SHM).
Seorang ahli hukum lingkungan Universitas Gadjah Mada (UGM), I Gusti Agung Made Wardana menamakannya tempat pesisir tidak dapat diklaifikasikan. Dia mengacu pada UU No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Wilayah.
Menurut aturan tersebut, “setiap orang wajib memberikan akses bagi warga ke kawasan yang diakui oleh regulasi sebagai milik umum.”
“Kawasan pesisir merupakan daerah yang berada 12 mil (19 kilometer) dari pantai ke arah laut. Dan wilayah tersebut masuk dalam kawasan umum yang melarang pemblokiran aksesnya ke publik,” katanya.
Agung juga mengacu pada keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menghukum bahwa konsep hak pengusahaan perairan pesisir (HP3) yang dicanangkan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tidak sah.
HP3 adalah mode di mana privatisasi wilayah laut dalam berlangsung dalam jangka waktu beberapa puluh tahun.
Lalu apa yang seharusnya terjadi? Agung menyebut, pihak yang melakukan pembatasan ruang laut dapat dipidana selama satu tahun dan diganjar denda maksimal Rp100 juta.
Yance Arizona, pakar hukum agraria dari UGM, menyatakan bahwa wilayah laut tidak dengan mudah dapat mendapatkan sertifikat kepemilikan.
“Menurut aturan tidak boleh ada SHGB hingga SHM di laut, kategori lahan apa itu?” kata Yance.
Pemimpin menandaskan bahwa peraturan lahannya mengijinkan pemberian hak atas lahan laut untuk kegiatan pembangunan.
Salah satu syarat wajib yang harus dipenuhi adalah izin Penggunaan Ruang Laut yang.getId Persetujuan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
Mengenai aturan itu, kata Rikardo, belum cocok dengan regulasinya yang perbatasan, bahkan UU Pencegahan dan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil secara spesifik melarang hak kepunyaan di lingkungan laut.
Bagaimana cara memperoleh sertifikat di laut?
Untuk mengelabui proses sertifikasi wilayah pesisir, kata Manajer Kampanye Tata ruang dan Infrastruktur Bumi dan Hak Asasi Alam Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) nasional Dwi Sawung, oknum-oknum pelaku mafia tanah menggunakan alasan abrasi—dari yang dulunya adalah tanah melainkan berubah menjadi air laut—untuk memperoleh surat kepemilikan.
Untuk memperkuat klaim ini, dilakukanlah pemalsuan dokumen seperti girik atau surat C di tingkat desa, yang menjadi landasan untuk keluarnya surat hak milik dari Badan Pertanahan Nasional.
Surat-surat itu sebagai bukti bahwa wilayah itu dahulu adalah milik penduduk asli. Nama-nama yang tercantum dalam serangkaian prasasti palsu itu adalah warga asli yang dahulu pernah berizin atau telah meninggal, sehingga tidak akan terjadi pemberontakan,” kata Sawung.
Setelah itu, surat itu dibeli oleh kelompok orang tertentu dan kemudian diajukan ke Dinas Pertanahan untuk proses pengurusan kepemilkannya, yang kemudian mencapai status baik SHGB maupun SHM.
Terbitnya Statuta Hukum Guru dan Manajemen (SHGB) dan Sertifikat Haji dan Umroh (SHM) di zona Harbor Tangerang.
“Saksi curiga diduga telah melakukan kejahatan pidana pemalsuan surat dan/atau memasukkan isi palsu dalam dokumen asli,” kata Kepala Emma Pidana Umum Brigjen TNI Djuhandhani Rahardjo Puro di Jakarta, Jumat (31/01).
Bukan hanya sampai bawah, Sekretaris Jenderal Koalisi untuk Keadilan Perikanan (Kiara) Susan Herawati menduga adanya tindakan penipuan juga sampai pada tingkat yang lebih tinggi.
Di Tangerang, contohnya, lahan yang visit terkait tersebut kurang dari dua hektare untuk menghindari penilaian jatuhnya dan pengelolaannya harus sah sampai tingkat provinsi.
“Tapi data itu sampai ke perengkahan data geospasial di kementerian pusat. Dan pusatlah yang memberikan nomor registrasi dan perengkahan tersebut. Tidak mungkin ada sertifikat yang dikeluarkan tanpa adanya nomor dari pusat. Pemerintah pusat seharusnya mengetahui juga adanya pemecahan sertifikat secara masal, dalam jumlah besar,” katanya.
Dugaan kolusi peran pejabat Kementerian ATR/BPN dalam penerbitan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) dan Sertifikat Hak Milik (SHM) di Tangerang tampak mencuat dalam penetapan Menteri ATR Nusron Wahid yang memutuskan memecat enam orang terlibat serta mengenakan sanksi berat kepada dua orang lainnya.
Pada Pertemuan Kerja (Raker) dengan Komisi II DPR RI, yang diadakan di Kompleks Parlemen di Jakarta, Kamis (30/01).
Tetapi Nusron tidak menjelaskan apa lagi tindakan pelanggaran yang mereka lakukan selama proses penerbitan sertifikat tersebut.
Petugas yang diberi sanksi mulai dari mantan Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Tangerang hingga mantan Kepala Seksi Survei dan Pemetaan.
Penerbitan Surat Keterangan Hak untuk Gunapengetahuan dan Pengetahuan dilakukan di wilayah laut Tangerang.
Apa itu yang lainnya yang bersembunyi?
Salah satu celah lain yang dapat digunakan untuk menyatakan klaim wilayah pesisir adalah dengan mengembangkan cerita bahwa wilayah perairan itu dahulu merupakan daratan, namun kini telah tenggelam, baik karena erosi atau tertutup air.
Para penasihat hukum Yance Arizona dari UGM menyebut istilah ini Famili Properti yang berbatu untuk menggambarkan hal ini.
Pasal 66 Ayat 3 Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun, dan Pendaftaran Tanah membuka peluang bagi pihak untuk melaksanakan reklamasi atas kawasan tanah yang telah mengalami pengelupasan.
Isinya berbunyi, “Sebelum ditetapkan sebagai Tanah Musnah, pemegang Hak Pengelolaan dan/atau Hak Atas Tanah diberikan preferensi untuk melakukan rekonstruksi atau reklamasi atas pemanfaatan Tanah, tersebut.”
“Ternyata di Tangerang, waktu dulu dataran yang sekarang menjadi pesisir itu dulunya adalah dragon yang rusak, sehingga masuk kategori tanah alami yang miskin. Kemudian pemerintah memberikan Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai di atasnya. Namun saya rasa ini hanya upaya untuk memberikan legitimasi tersebut bagi proyek reklamasi yang sebenarnya,” ujarnya.
Padahal, sebelum PP ini keluar, status kepemilikan tanah akan_Final.jpg hilang jika tanah itu hancur dan tidak bisa digunakan untuk reklamasi.
“Tapi PP ini memungkinkan hibah tanah gelap untuk dihargai sehingga menjadi rocok beli-sihak. Ini tampaknya adalah proses yang sangat sistematis,” katanya.
Senada, seorang ahli hukum lingkungan dari Universitas Gadjah Mada, juga melihat nuansa khusus dari kelompok tertentu dalam peraturan pemerintah ini.
-ya sangat kuat juga,” iparluasinya.
Undang-Undang Cipta Kerja salah satu “bahan pokok” yang memicu konflik
Sesuai dengan kata Agung, Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021 merupakan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang memfasilitasi kepentingan investasi dan berfungsi sebagai instrumen hukum yang dapat merusak sistem ketatausahaan ruang dan hukum lingkungan di Indonesia.
“Karena Undang-Undang Cipta Kerja, Omnibus Law ini memperbolehkan penggunaan ruang tanpa perlu memperhatikan rencana tata ruang wilayah. Dan saya rasa, ini yang dijadikan sebagai alasan mengapa banyak aset geografis yang NSLogmisilahkan or kepingin. Ya, sebenarnya berangkat dari sela yang dibuat oleh Omnibus Law ini,” katanya.
Senada, Susan juga menyatakan Undang-Undang Cipta Kerja sebagai salah satu penyebab munculnya sertifikat laut yang dimiliki secara masif oleh korporasi.
Susan menjelaskan bahwa salah satu konsep dasar dari Undang-Undang Cipta Kerja adalah melakukan integrasi pengguna ruang di daratan, melalui Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), dan di laut, melalui Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
Selama proses penggabungan ini, “ada orang-orang yang berusaha secara sengaja menginfus kepentingan mereka ke dalam penggabungan pengaturan ruang ini.”
“Contoh itu ada di Tangerang, ada garis pantai yang direncanakan. Terletak tepat di belakang pagar laut yang ada sekarang. Integrasi ini sudah termasuk dalam rancangan ruang,” katanya.
Selain itu, Susan juga melihat bahwa jam tanggung jawabnya sesuai. “Pada 2022, tata ruang telah disiapkan dan disahkan pada Maret 2023. Lalu, pada September 2023, Rancangan HGB dan HGU terkait diterbitkan di Tangerang. Dan di tahun 2024, pembangunan pagar laut mulai dilaksanakan,” kata Susan.
Apa tujuan sertifikasi laut yang dimaksudkan?
Agung dari UGM mengatakan bahwa reklamasi menjadi pilihan yang menarik bagi para pengusaha untuk mendapatkan tanah karena lebih murah dan efisien.
Ia mengatakan, jika di daratan sukar mencari tanah dengan luasan tertentu dan seringkali tanahnya beruntung dan juga mengakibatkan konflik akibat tidak semua orang mau melepaskan hak atas tanahnya.
Lalu mengapa harus dipagari? Pagar laut itu kata Agung adalah simbol atau alat untuk mengklaim bahwa laut itu dimiliki oleh sekelompok orang.
Mereka telah melakukan pembatasan untuk jelas mengatakan bahwa ruang tersebut sudah menjadi milik orang itu. Sehingga menghalangi akses orang lain untuk masuk ke dalam areal tersebut,” kata dia.
Tidak peduli apa tujuan seritifikasi itu, LSM Walhi dan Kiara menekankan agar diduga pelanggaran pengurusan sertifikat di pantai harus dijadikan kasus pidana, bukan hanya pelanggaran administrasi.
“Katerangan itu saya temukan dalam pengurusan dokumen karena dicurigai terdapat piala palsu. Jika ditelusuri, TUelebihanya bukan akan karu rumit, malah mudah. Hal ini membuka pintu untuk membongkar jejak kebocoran di sertifikasi laut,” ujar Suhardi dari Walhi.
“Penelusuran ini juga akan mengekspos dugaan keterlibatan pejabat tidak hanya di level daerah tetapi juga di tingkat pusat,” kata Kiara.