Ketua LSM PERINTIS Soroti Keterlambatan Pembayaran Proyek APBD 2024, pelanggaran Adminitrasi

oleh -16 Dilihat
module: NormalModule; touch: (-1.0, -1.0); modeInfo: ; sceneMode: Night; cct_value: 0; AI_Scene: (-1, -1); aec_lux: 40.0;

Laksamana.id | Banyuwangi – Ketua LSM PERINTIS Halili Abdul Gani,, S.Ag.S.H,. menyoroti lambatnya pencairan dana proyek APBD 2024 di Banyuwangi, yang hingga Februari 2025 masih belum terealisasi. Padahal, banyak kontraktor telah mengantongi Surat Perintah Membayar (SPM) dari berbagai SKPD, tetapi dana mereka belum juga cair.

 

“Kami menduga ada ketidakwajaran dalam pengelolaan keuangan daerah. SPM sudah diterbitkan, tetapi pencairan tidak dilakukan. Ini menimbulkan pertanyaan besar: apakah benar daerah mengalami defisit, atau ada faktor lain yang disembunyikan?” tegas Ketua LSM PERINTIS.

Menurutnya, penerbitan SPM menandakan bahwa proses administrasi proyek telah diselesaikan dan diverifikasi oleh pemerintah daerah. Dengan demikian, seharusnya tidak ada alasan untuk menunda pembayaran. Namun, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa kontraktor masih belum menerima hak mereka.

 

“Halili, menilai ada beberapa kemungkinan penyebab keterlambatan pembayaran proyek APBD 2024:

 

” Dana Tidak Tersedia di Kas Daerah

Jika benar terjadi defisit, pemerintah daerah harus transparan mengenai jumlah defisit dan bagaimana rencana penyelesaiannya. Apakah ada penggunaan dana di luar peruntukan hingga anggaran proyek tidak tersedia?

 

 

“Prioritas Pembayaran yang Dipertanyakan

Pemerintah harus menjelaskan mengapa ada proyek yang pencairannya tertunda, sementara proyek lain mungkin sudah dibayarkan. Jika ada indikasi pemilihan proyek berdasarkan kepentingan tertentu, maka ini bisa menjadi dugaan penyalahgunaan wewenang.

 

 

” Potensi Mall administrasi dan Korupsi

Jika dana sebenarnya ada tetapi ditahan atau dialihkan ke pos anggaran lain, ini dapat dikategorikan sebagai pelanggaran serius terhadap UU Keuangan Negara dan UU Tipikor.

 

 

“Halili, menegaskan bahwa keterlambatan pembayaran proyek yang sudah mendapatkan SPM dapat dilaporkan sebagai dugaan pelanggaran hukum.

 

Permendagri No. 77 Tahun 2020 mengatur bahwa anggaran yang sudah dialokasikan dalam DPA dan mendapatkan SPM harus segera dibayarkan.

 

Pasal 3 UU Tipikor menyebutkan bahwa penyalahgunaan wewenang yang menyebabkan kerugian negara dapat diproses hukum.

 

 

“Kami mendukung langkah Prabowo dalam melawan korupsi dan menuntut agar pengelolaan anggaran di Banyuwangi lebih transparan dan akuntabel. Tidak boleh ada permainan anggaran yang merugikan rakyat. Jika SPM sudah diterbitkan, maka pencairan dana harus segera dilakukan,” tegasnya.

 

“Halili, mendesak pihak terkait untuk segera memberikan klarifikasi dan menyelesaikan permasalahan ini agar kepercayaan publik terhadap tata kelola keuangan daerah tidak semakin menurun. (Abah)