Hakim Said, Ngopi Sepuluh Ewu Cingkir Mempererat Persaudaraan Warga Dalam Bingkai Kebudayaan

oleh -568 Dilihat

LAKSAMANA.id // BANYUWANGI, Kemiren, adalah salah satu desa di wilayah Kecamatan Glagah, Kabupaten Banyuwangi. Pada Rabu, 6 Nopember 2024 malam, Kemiren yang juga sebagai Desa Adat Osing (suku asli Banyuwangi), menjadi pusat semarak perayaan dengan acara tahunannya yakni, “Festival Ngopi Sepuluh Ewu Cingkir”.

Pada acara ini tidak hanya sekadar ngopi bareng, tetapi juga merupakan rangkaian perayaan budaya yang diikuti oleh ribuan orang untuk memperingati hari jadi Desa Kemiren setiap tanggal 5 Nopember. Sedangkan tema yang diangkat pada Festival Ngopi Sepuluh Ewu Cingkir tahun ini adalah “Sak Corotan, Seduluran Selawase”.

Dimana arti dari tema tersebut adalah, “secangkir kopi untuk persaudaraan selamanya”. Dan dikandung maksud, dengan ngopi bareng sepuluh ribu orang, secara harfiah untuk menyatukan masyarakat Banyuwangi dan sekitarnya dalam satu kebersamaan yang hangat dengan mencerminkan budaya ngopi yang telah menjadi tradisi turun-temurun bagi masyarakat Desa Kemiren.

Hadir dalam acara ngopi bareng sepuluh ewu cingkir tersebut, jajaran Forkopimda. Diantaranya, Asisten Perekonomian dsn Pembangunan Dwiyanto, yang mewakili Pj. Bupati sekaligus Plt. Sekda Banyuwangi, Wakapolresta AKBP Gede, Plt. Kadisbudpar Taufik, Sekdin DPMDes, jajaran Forpimka Glagah serta tokoh masyarakat , tokoh agama dan tak lupa tokoh adat plus tokoh-tokoh penting Banyuwangi. Salah satunya adalah Hakim Said, yang dikenal sebagai Founder Rumah Kebangsaan Basecamp Karangejo Banyuwangi, bersama Pramoe Sakti Karno di rambut putih yang lebih dikenal srbagai “Dukunnya” BEC serta pawang Pergelaran Gandrung Sewu.

Kehadiran Hakim Said, sekaligus sebagai Ketua Rumah Kebangsaan Banyuwangi yang bermarkas di JL Kapten Piere Tendean Gang Rumah Kebangsaan No 1-3 Karangejo, Banyuwangi itu memberi kesan penting pada acara tersebut. Serasa memperkuat semangat kebersamaan dan rasa cinta tanah air di antara para undangan yang hadir. Selain sebagai wujud kecintaan terhadap budaya ngopi, acara tahunan itu juga sebagai upaya untuk merawat dan menumbuhkrmbangkan budaya kearifan lokal dikalangan generasi muda Banyuwangi.

Tradisi ngopi bareng di Desa Kemiren ini sudah berlangsung sejak lama dan dirawat serta dilanjutkan dari generasi ke generasi oleh masyarakat Banyuwangi. Ngopi bareng dianggap lebih dari sekadar menikmati secangkir kopi, tetapi juga sebagai bentuk interaksi sosial dan silaturahmi antar warga. Menikmati kopi bersama-sama sudah menjadi tradisi turun-temurun, di mana kopi tidak hanya dimaknai sebagai minuman, tetapi juga simbol persaudaraan dan keterikatan budaya.

Desa Kemiren sendiri terkenal sebagai Desa Adat yang mempertahankan tradisi Suku Osing, yaitu suku asli Banyuwangi. Desa ini sering menjadi tempat berlangsungnya berbagai acara adat, dan acara ngopi bareng ini adalah salah satunya. Sambil menikmati kopi, pengunjung juga disuguhi dengan berbagai kesenian tradisional Banyuwangi seperti tari-tarian khas dan musik tradisional. Hal ini menambah kekayaan keberaganan acara serta memperkenalkan amanah budaya lokal kepada pengunjung dan para undangan.

Digelarnya acara Ngopi Sepuluh Ewu Cibgkir, Desa Kemiren semakin menunjukkan jati dirinya sebagai pusat kebudayaan Suku Osing. Kehangatan kebersamaan dan rasa cinta pada tradisi lokal tampak jelas dalam acara ini.

“Bukan hanya masyarakat setempat yang merasakan kebahagiaan, tetapi para tamu dan undangan yang datang dari luar kota Banyuwangi pun merasakan keunikan dan keramahan warga Desa Suku Osing Kemiren. Dan yang terpenting, acara ini menjadi momentum penting untuk melestarikan budaya dan memperkenalkan keindahan tradisi ngopi masyarakat Banyuwangi kepada dunia luar,” tandas Hakim Said. (red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.