Kasus Gratifikasi Pejabat Menerima Hadiah di Lokasi Badan Usaha Tanpa Izin Resmi

oleh -960 Dilihat

LAKSAMANA.id // Banyuwangi – Kasus gratifikasi kembali mencuat setelah seorang pejabat terkemuka di wilayah Banyuwangi diduga menerima hadiah dari sebuah badan usaha yang tidak memiliki izin resmi. Insiden ini terjadi dalam sebuah acara yang dilaksanakan di fasilitas gym yang berada di bawah naungan badan usaha tersebut.

Dalam foto yang beredar luas, pejabat tersebut tampak menerima hadiah berupa piala dari pemilik badan usaha di dalam lokasi gym. Sementara itu, fasilitas gym tersebut diketahui tidak memiliki izin resmi yang sah untuk beroperasi, memicu kekhawatiran akan legalitas kegiatan bisnisnya.

Tindakan menerima hadiah dari pihak swasta ini memicu kecurigaan adanya tindak gratifikasi, mengingat lokasi pemberian hadiah berada di sebuah tempat yang tidak mematuhi aturan hukum terkait izin operasional. Badan usaha tersebut diketahui belum memenuhi syarat administrasi yang ditetapkan oleh pemerintah daerah dan instansi terkait.

Gratifikasi adalah bentuk penerimaan hadiah atau imbalan oleh pejabat negara dalam kapasitasnya sebagai pengambil kebijakan. Dalam hal ini, tindakan tersebut bisa dianggap sebagai pelanggaran hukum, khususnya bila pemberian hadiah berkaitan dengan suatu keuntungan yang diharapkan oleh pemberi kepada pejabat penerima

Unsur-unsur gratifikasi yang diatur dalam Pasal 12B dan Pasal 12C Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi:

Unsur-Unsur Gratifikasi:

1. Penerima gratifikasi adalah pegawai negeri atau penyelenggara negara
– Pegawai negeri atau penyelenggara negara mencakup mereka yang bekerja untuk pemerintah, baik di tingkat pusat maupun daerah, dan juga penyelenggara badan-badan negara lainnya. Dalam konteks ini, pejabat yang menerima hadiah dari badan usaha tanpa izin resmi termasuk dalam kategori ini.

2. Gratifikasi diterima karena terkait dengan jabatannya
– Hadiah yang diberikan harus terkait dengan kedudukan atau jabatan penerima sebagai pejabat publik. Jika hadiah diberikan kepada seorang pejabat dalam konteks kegiatan formal atau non-formal yang terkait dengan perannya, maka unsur ini terpenuhi.

3. Gratifikasi berlawanan dengan tugas atau kewajibannya
– Penerimaan hadiah dianggap sebagai gratifikasi ilegal jika tindakan tersebut melanggar tugas atau kewajiban penerima sebagai pejabat publik. Misalnya, jika pejabat menerima hadiah dari badan usaha yang beroperasi tanpa izin resmi, maka penerimaan ini bisa dianggap melanggar etika dan hukum karena pejabat seharusnya memastikan bahwa semua badan usaha yang beroperasi sesuai dengan hukum.

4. Penerimaan tidak dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
– Jika pejabat menerima gratifikasi tetapi tidak melaporkannya ke KPK dalam waktu 30 hari kerja, maka penerimaan tersebut dianggap sebagai tindak pidana. Dalam hal ini, tidak ada indikasi bahwa hadiah tersebut dilaporkan ke KPK, yang berarti unsur ini dapat terpenuhi.

Unsur-unsur Tindak Pidana Gratifikasi:
– Adanya penerimaan hadiah atau fasilitas lainnya oleh pejabat negara.
– Adanya hubungan antara hadiah dengan jabatan yang dipegang pejabat, dalam hal ini diberikan saat pejabat masih aktif menjalankan tugasnya.
– Tidak adanya pelaporan ke KPK dalam waktu yang ditentukan.

Bukti Relevan:
– Foto atau bukti dokumentasi
yang menunjukkan pemberian hadiah di lokasi badan usaha tanpa izin resmi dapat digunakan sebagai indikasi adanya penerimaan gratifikasi yang melanggar hukum.

Dalam kasus ini, keempat unsur tersebut tampaknya dapat terpenuhi, yaitu: pejabat negeri yang menerima hadiah, hadiah yang terkait dengan jabatannya, melanggar tugasnya dalam pengawasan izin usaha, serta tidak adanya pelaporan ke KPK. Jika terbukti, ini bisa mengarah pada tindakan pidana sesuai dengan aturan yang berlaku.( Red )