Usut Pergub Arinal Djunaidi Izinkan Panen Tebu Dibakar yang Dicabut MA, KPK Panggil Kabiro Hukum Pemprov Lampung Puadi Jailani  Laksamana.id // Lampung – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI, ternyata sedang mengusut kasus terbitnya Peraturan Gubernur (Pergub) Lampung Nomor 33 Tahun 2020 Tentang Tata Kelola Panen dan Produktivitas Tanaman Tebu sebagaimana diubah dengan Pergub Lampung Nomor 19 Tahun 2023. Seperti diketahui Pergub yang diterbitkan Gebernur Lampung di era Arinal Djunaidi terkait Tata Kelola dan Peningkatan Produktifitas Panen Tebu ini telah dibatalkan Mahkamah Agung (MA) RI beberapa waktu lalu. “Informasinya persoalan ini sedang ditangani penyidik KPK. Dan KPK saat ini telah melayangkan pemanggilan permintaan keterangan terhadap beberapa pihak. Diantaranya pejabat Pemprov Lampung,” ujar sumber wartawan media be1lampung.com, Senin, 9 Desember 2024. Adapun pejabat Pemprov Lampung yang dipanggil KPK yakni Kepala Biro Hukum Puadi Jailani,S.H.,M.H. “Rencananya yang bersangkutan akan diperiksa hari Selasa, 10 Desember 2024 di Gedung KPK RI,” jelas sumber wartawan be1lampung.com ini kembali. Dikonfirmasi, Kepala Biro Hukum Puadi Jailani,S.H.,M.H., membenarkan adanya panggilan dari KPK untuk dimintakan keterangan menyangkut Pergub Lampung Nomor 33 Tahun 2020 Tentang Tata Kelola Panen dan Produktivitas Tanaman Tebu yang telah dicabut Pemprov Lampung lantaran telah dibatalkan MA. “Namun saya minta kepada penyidik KPK agar dapat menjadwal ulang waktu pemeriksaan. Pasalnya dihari yang sama, saya ditugaskan Pj Gubernur Lampung untuk mewakilinya dalam suatu acara yang telah terjadwal sebelumnya,” terang Puadi Jailani. Puadi Jailani sendiri belum bisa menjelaskan tentang adanya panggilan dari KPK RI tersebut. “Saya sendiri belum tahu. Namun menyangkut Pergub Lampung Nomor 33 Tahun 2020 Tentang Tata Kelola Panen dan Produktivitas Tanaman Tebu yang telah dicabut Pemprov Lampung karena telah dibatalkan MA,” pungkasnya. Sebelumnya Pengurus Pusat Ikatan Keluarga Alumni (IKA) Universitas Lampung (Unila) pernah angkat suara menyikapi dibatalkannya Pergub Lampung Nomor 33 Tahun 2020 Tentang Tata Kelola Panen dan Produktivitas Tanaman Tebu sebagaimana diubah dengan Pergub Lampung Nomor 19 Tahun 2023 terkait Tata Kelola dan Peningkatan Produktifitas Panen Tebu oleh MA. Meski Pergub ini telah dicabut, sudah sepatutnya aparat penegak hukum seperti Kepolisian dan Kejaksaan begerak. Tanpa harus menunggu ada atau tidaknya laporan dari masyarakat atau Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). “Dari awal, kami sudah menilai panen tebu dengan cara dibakar itu melanggar hukum. Melanggar UU PPLH (Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup) Pasal 69 ayat 2. Pelakunya dapat diancam pidana penjara maksimal 10 tahun dan/atau denda antara Rp3 miliar sampai Rp10 miliar,” terang Ketua Harian Pengurus Pusat IKA Unila, H. Abdullah Fadri Auli, S.H., Kamis, 23 Mei 2024. Menurut Abdullah Fadri Auli yang juga berprofesi sebagai advokat ini, sudah sangat wajar bila pergub itu dicabut. Sebab secara nyata bertentangan dengan aturan UU PPLH. “Untuk diketahui dibuatnya UU PPLH adalah untuk mencegah terjadi polusi yang mengganggu dan merusak lingkungan serta membahayakan kesehatan dan dunia penerbangan, akibat pembakaran lahan. Karenanya sudah selayaknya aparat hukum bertindak melakukan penegakan hukum tanpa terlebih dahulu menunggu pengaduan dan laporan,” pungkasnya. Seperti diketahui Gubernur Lampung, Arinal Djunaidi sendiri akhirnya mencabut Pergub Lampung Nomor 33 Tahun 2020 Tentang Tata Kelola Panen dan Produktivitas Tanaman Tebu sebagaimana diubah dengan Pergub Lampung Nomor 19 Tahun 2023. Kepastian didapat berdasarkan siaran pers Pemprov Lampung yang ditandatangani Sekretaris Daerah Pemprov Lampung, Fahrizal Darminto, Selasa (21/5/2024). Alasannya keputusan yang dikeluarkan MA yang membatalkan pergub ini telah bersifat final dan mengikat. Menariknya meski telah dicabut, KLHK memastikan akan mengambil langkah hukum lanjutan. “Kami memiliki tiga instrumen penegakan hukum, yakni sanksi administrasi, pidana, dan perdata. Kami masih mengkaji instrumen mana yang akan digunakan menghadapi kondisi ini. Apakah salahsatu instrumen atau ketiga-ketiganya kami maksimalkan,” terang Direktur Penanganan Pengaduan, Pengawasan, dan Sanksi Administrasi (PPSA) Gakkum KLHK, Ardyanto Nugroho. Berdasarkan pemantauan hotspot yang dilakukan terlihat beberapa perkebunan tebu di Lampung, antara lain yaitu PT. Sweet Indo Lampung (SIL) dan PT. Indo Lampung Perkasa (ILP) terindikasi adanya kebakaran lahan. “Hasil pengawasan yang kami lakukan pada tahun 2021, berdasarkan perhitungan awal luas lahan yang dibakar di PT. SIL dan ILP mencapai 5.469,38 Ha. Sedangkan luas lahan yang dibakar pada tahun 2023, berdasarkan perhitungan awal mencapai 14.492,64 Ha. Total luas lahan yang dibakar dan seberapa besar kerugian lingkungan hidup sedang kami dalami bersama dengan tim dan ahli,” tambah Ardyanto Nugroho. Permohonan Uji Materiil ini diajukan untuk ketertiban dan kepastian hukum serta lingkungan hidup yang baik dan sehat. Pasalnya meski Menteri LHK Siti Nurbaya, sudah pernah menyurati Gubernur Lampung Arinal Djunaidi untuk mencabut aturan daerah tersebut, namun imbauan itu tidak pernah digubris. Untuk itu, Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan KLHK bersama masyarakat memutuskan menempuh upaya hukum uji materiil ke MA. Hasilnya putusan MA atas Uji Materiil ini menunjukkan bahwa panen dengan cara bakar itu ilegal. “Selain itu, diharapkan dapat menyelamatkan lingkungan hidup serta menjamin hak kesehatan masyarakat, khususnya masyarakat Lampung, serta komitmen Indonesia untuk Perubahan Iklim,” tutupnya. Disisi lain, Direktur Jenderal Penegakan Hukum KLHK, Rasio Ridho Sani menyampaikan apresiasi ke majelis hakim MA terkait pencabutan Pergub Lampung ini. Pujian diberikan karena MA mengabulkan uji materiil peraturan tersebut. Hal itu bertujuan untuk hentikan panen tebu dengan cara membakar karena mencemari dan merusak lingkungan. “Kami juga mengapresiasi para ahli yang telah mendukung penyusunan Permohonan Uji Materiil ini,” kata Rasio dalam keterangan tertulis, Senin (20/5/2024). Dia mengatakan Pergub Lampung ini telah menguntungkan pihak perusahaan perkebunan tebu. Panen tebu dengan cara membakar memang menghemat biaya panen. Tapi tindakan ini mengakibatkan kerugian sangat besar terkait pelepasan emisi gas rumah kaca, kerusakan dan pencemaran lingkungan, serta mengganggu kesehatan masyarakat akibat asap dan partikel debu. “Kebijakan Gubernur Lampung, yang memfasilitasi/mengizinkan panen tebu dengan cara membakar, harus dicabut. Kebijakan ini telah menguntungkan perusahaan secara finansial, dengan mengorbankan lingkungan hidup, masyarakat dan merugikan negara, serta bertentangan dengan undang-undang,” jelasnya. “Kami sedang menghitung total kerugian lingkungan hidup guna menyiapkan langkah hukum lebih lanjut. Langkah hukum lebih lanjut harus dilakukan agar tidak ada lagi kebijakan-kebijakan dan/atau tindakan seperti ini yang menguntungkan pihak tertentu secara finansial, akan tetapi mengorbankan/merugikan lingkungan hidup, masyarakat dan negara, serta bertentangan dengan undang-undang,” sambungnya. Sebagai informasi, Peraturan Gubernur Lampung Nomor 33 Tahun 2020 tentang Tata Kelola Panen dan Produktivitas Tanaman Tebu sebagaimana diubah dengan Peraturan Gubernur Lampung Nomor 19 Tahun 2023, bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi yaitu: 1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang Undang Nomor 13 Tahun 2022; 2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah; 3. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan; 4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup; 5. Undang Undang Nomor 22 tahun 2019 tentang Sistem Budi Daya Pertanian Berkelanjutan; 6. Peraturan Menteri Pertanian No.53/Permentan/KB.110/10/2015 tentang Pedoman Budidaya Tebu Giling yang Baik, dan 7. Peraturan Menteri Pertanian No: 05/PERMENTAN/KB.410/1/2018 tentang Pembukaan dan/atau Pengolahan Lahan Perkebunan Tanpa Membakar. (Kaferwil )

oleh -537 Dilihat

Laksamana.id // Lampung
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI, ternyata sedang mengusut kasus terbitnya Peraturan Gubernur (Pergub) Lampung Nomor 33 Tahun 2020 Tentang Tata Kelola Panen dan Produktivitas Tanaman Tebu sebagaimana diubah dengan Pergub Lampung Nomor 19 Tahun 2023. Seperti diketahui Pergub yang diterbitkan Gebernur Lampung di era Arinal Djunaidi terkait Tata Kelola dan Peningkatan Produktifitas Panen Tebu ini telah dibatalkan Mahkamah Agung (MA) RI beberapa waktu lalu.

“Informasinya persoalan ini sedang ditangani penyidik KPK. Dan KPK saat ini telah melayangkan pemanggilan permintaan keterangan terhadap beberapa pihak. Diantaranya pejabat Pemprov Lampung,” ujar sumber wartawan media be1lampung.com, Senin, 9 Desember 2024.

Adapun pejabat Pemprov Lampung yang dipanggil KPK yakni Kepala Biro Hukum Puadi Jailani,S.H.,M.H.

“Rencananya yang bersangkutan akan diperiksa hari Selasa, 10 Desember 2024 di Gedung KPK RI,” jelas sumber wartawan be1lampung.com ini kembali.

Dikonfirmasi, Kepala Biro Hukum Puadi Jailani,S.H.,M.H., membenarkan adanya panggilan dari KPK untuk dimintakan keterangan menyangkut Pergub Lampung Nomor 33 Tahun 2020 Tentang Tata Kelola Panen dan Produktivitas Tanaman Tebu yang telah dicabut Pemprov Lampung lantaran telah dibatalkan MA.

“Namun saya minta kepada penyidik KPK agar dapat menjadwal ulang waktu pemeriksaan. Pasalnya dihari yang sama, saya ditugaskan Pj Gubernur Lampung untuk mewakilinya dalam suatu acara yang telah terjadwal sebelumnya,” terang Puadi Jailani.

Puadi Jailani sendiri belum bisa menjelaskan tentang adanya panggilan dari KPK RI tersebut.

“Saya sendiri belum tahu. Namun menyangkut Pergub Lampung Nomor 33 Tahun 2020 Tentang Tata Kelola Panen dan Produktivitas Tanaman Tebu yang telah dicabut Pemprov Lampung karena telah dibatalkan MA,” pungkasnya.

Sebelumnya Pengurus Pusat Ikatan Keluarga Alumni (IKA) Universitas Lampung (Unila) pernah angkat suara menyikapi dibatalkannya Pergub Lampung Nomor 33 Tahun 2020 Tentang Tata Kelola Panen dan Produktivitas Tanaman Tebu sebagaimana diubah dengan Pergub Lampung Nomor 19 Tahun 2023 terkait Tata Kelola dan Peningkatan Produktifitas Panen Tebu oleh MA.

Meski Pergub ini telah dicabut, sudah sepatutnya aparat penegak hukum seperti Kepolisian dan Kejaksaan begerak. Tanpa harus menunggu ada atau tidaknya laporan dari masyarakat atau Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

“Dari awal, kami sudah menilai panen tebu dengan cara dibakar itu melanggar hukum. Melanggar UU PPLH (Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup) Pasal 69 ayat 2. Pelakunya dapat diancam pidana penjara maksimal 10 tahun dan/atau denda antara Rp3 miliar sampai Rp10 miliar,” terang Ketua Harian Pengurus Pusat IKA Unila, H. Abdullah Fadri Auli, S.H., Kamis, 23 Mei 2024.

Menurut Abdullah Fadri Auli yang juga berprofesi sebagai advokat ini, sudah sangat wajar bila pergub itu dicabut. Sebab secara nyata bertentangan dengan aturan UU PPLH.

“Untuk diketahui dibuatnya UU PPLH adalah untuk mencegah terjadi polusi yang mengganggu dan merusak lingkungan serta membahayakan kesehatan dan dunia penerbangan, akibat pembakaran lahan. Karenanya sudah selayaknya aparat hukum bertindak melakukan penegakan hukum tanpa terlebih dahulu menunggu pengaduan dan laporan,” pungkasnya.

Seperti diketahui Gubernur Lampung, Arinal Djunaidi sendiri akhirnya mencabut Pergub Lampung Nomor 33 Tahun 2020 Tentang Tata Kelola Panen dan Produktivitas Tanaman Tebu sebagaimana diubah dengan Pergub Lampung Nomor 19 Tahun 2023. Kepastian didapat berdasarkan siaran pers Pemprov Lampung yang ditandatangani Sekretaris Daerah Pemprov Lampung, Fahrizal Darminto, Selasa (21/5/2024). Alasannya keputusan yang dikeluarkan MA yang membatalkan pergub ini telah bersifat final dan mengikat.

Menariknya meski telah dicabut, KLHK memastikan akan mengambil langkah hukum lanjutan.

“Kami memiliki tiga instrumen penegakan hukum, yakni sanksi administrasi, pidana, dan perdata. Kami masih mengkaji instrumen mana yang akan digunakan menghadapi kondisi ini. Apakah salahsatu instrumen atau ketiga-ketiganya kami maksimalkan,” terang Direktur Penanganan Pengaduan, Pengawasan, dan Sanksi Administrasi (PPSA) Gakkum KLHK, Ardyanto Nugroho.

Berdasarkan pemantauan hotspot yang dilakukan terlihat beberapa perkebunan tebu di Lampung, antara lain yaitu PT. Sweet Indo Lampung (SIL) dan PT. Indo Lampung Perkasa (ILP) terindikasi adanya kebakaran lahan.

“Hasil pengawasan yang kami lakukan pada tahun 2021, berdasarkan perhitungan awal luas lahan yang dibakar di PT. SIL dan ILP mencapai 5.469,38 Ha. Sedangkan luas lahan yang dibakar pada tahun 2023, berdasarkan perhitungan awal mencapai 14.492,64 Ha. Total luas lahan yang dibakar dan seberapa besar kerugian lingkungan hidup sedang kami dalami bersama dengan tim dan ahli,” tambah Ardyanto Nugroho.

Permohonan Uji Materiil ini diajukan untuk ketertiban dan kepastian hukum serta lingkungan hidup yang baik dan sehat. Pasalnya meski Menteri LHK Siti Nurbaya, sudah pernah menyurati Gubernur Lampung Arinal Djunaidi untuk mencabut aturan daerah tersebut, namun imbauan itu tidak pernah digubris. Untuk itu, Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan KLHK bersama masyarakat memutuskan menempuh upaya hukum uji materiil ke MA. Hasilnya putusan MA atas Uji Materiil ini menunjukkan bahwa panen dengan cara bakar itu ilegal.

“Selain itu, diharapkan dapat menyelamatkan lingkungan hidup serta menjamin hak kesehatan masyarakat, khususnya masyarakat Lampung, serta komitmen Indonesia untuk Perubahan Iklim,” tutupnya.

Disisi lain, Direktur Jenderal Penegakan Hukum KLHK, Rasio Ridho Sani menyampaikan apresiasi ke majelis hakim MA terkait pencabutan Pergub Lampung ini. Pujian diberikan karena MA mengabulkan uji materiil peraturan tersebut. Hal itu bertujuan untuk hentikan panen tebu dengan cara membakar karena mencemari dan merusak lingkungan.

“Kami juga mengapresiasi para ahli yang telah mendukung penyusunan Permohonan Uji Materiil ini,” kata Rasio dalam keterangan tertulis, Senin (20/5/2024).

Dia mengatakan Pergub Lampung ini telah menguntungkan pihak perusahaan perkebunan tebu. Panen tebu dengan cara membakar memang menghemat biaya panen. Tapi tindakan ini mengakibatkan kerugian sangat besar terkait pelepasan emisi gas rumah kaca, kerusakan dan pencemaran lingkungan, serta mengganggu kesehatan masyarakat akibat asap dan partikel debu.

“Kebijakan Gubernur Lampung, yang memfasilitasi/mengizinkan panen tebu dengan cara membakar, harus dicabut. Kebijakan ini telah menguntungkan perusahaan secara finansial, dengan mengorbankan lingkungan hidup, masyarakat dan merugikan negara, serta bertentangan dengan undang-undang,” jelasnya.

“Kami sedang menghitung total kerugian lingkungan hidup guna menyiapkan langkah hukum lebih lanjut. Langkah hukum lebih lanjut harus dilakukan agar tidak ada lagi kebijakan-kebijakan dan/atau tindakan seperti ini yang menguntungkan pihak tertentu secara finansial, akan tetapi mengorbankan/merugikan lingkungan hidup, masyarakat dan negara, serta bertentangan dengan undang-undang,” sambungnya.

Sebagai informasi, Peraturan Gubernur Lampung Nomor 33 Tahun 2020 tentang Tata Kelola Panen dan Produktivitas Tanaman Tebu sebagaimana diubah dengan Peraturan Gubernur Lampung Nomor 19 Tahun 2023, bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi yaitu:

1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang Undang Nomor 13 Tahun 2022;

2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah;

3. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan;

4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup;

5. Undang Undang Nomor 22 tahun 2019 tentang Sistem Budi Daya Pertanian Berkelanjutan;

6. Peraturan Menteri Pertanian No.53/Permentan/KB.110/10/2015 tentang Pedoman Budidaya Tebu Giling yang Baik, dan

7. Peraturan Menteri Pertanian No: 05/PERMENTAN/KB.410/1/2018 tentang Pembukaan dan/atau Pengolahan Lahan Perkebunan Tanpa Membakar.

(Kaferwil )