Pahitnya Kisah Pedagang Jakarta di Balik Gorengan yang Terbuang…

oleh -18 Dilihat
oleh

-Dipadu dengan kebisingan kota Jakarta yang tidak pernah berhenti, ada segudang kisah yang pelan tapi kaya yang dilompati lewat gerobak kecil para pedagang gorengan.

Pagi demi pagi, mereka berharap dagangannya laris, tetapi ajalberitanya seringkali gagal memenuhi harapan.

Makanan goreng yang masih tersisa tidak bisa diselamatkan lagi dan terpaksa dibuang begitu saja.

Virna, seorang penjual gorengan yang menjual kesempatan di halaman rumahnya di Manggarai, Jakarta Selatan, mengisahkan ceritanya tentang bagaimana bisnisnya yang tidak laku membuatnya sangat kecewa.


Baca juga:

“Waktu makanan sisa berlangsung perlu perhatian, aku menemukan beberapa kaleng tidak bisa bertahan lama di kulkas karena bau asam, contohnya bakso,” ucap Virna saat diwawancarai laksamana.id, Selasa (21/1/2025).

Makanan beku yang tak terjual juga tak akan bertahan lama, hanya bisa bertahan tiga hingga lima hari depan.

Jika melewati tanggal kadaluarsa, tekstur dan rasa kue tersebut akan berubah. Virna juga tidak dapat menjualnya tanpa perubahan tersebut.

Ketidakpuasan rasanya bertambah mendalam saat istri ini harus melempar lelah-lelahan gorengan itu.

“Tantangan utamanya adalah bahwa dagangannya kurang diminati,” ujar Virna.


Baca juga:


Dimakan bersama keluarga

Selain itu, Zaenudin (42), pedagang gorengan lainnya, mengungkapkan masalah serupa yang dihadapinya, yaitu dagangan yang tidak terjual.

“Ya, sebenarnya kalau berhasil itu tidak ada tantangan, tapi kalau gagal itu jadi tantangan,” kata Zaenudin.

Zaenudin menyadari bahwa tidak semua hari dagangannya akan habis. Ia pun mengetahui bahwa tidak ada gunanya memaksakan keadaan, dan akhirnya memilih untuk memakan sisa gorengan.

“Barangkali enggak bisa dipaksa, ya, udah makan aja,” katanya.


Baca juga:

Hari-hari yang penuh dengan harapan itu, perlahan berganti menjadi hari-hari yang penuh dengan kekecewaan.

Pedagang-pedagang ini, yang cuma ingin mendapatkan keuntungan sedikit untuk bertahan hidup, harus menelan pahitnya fakta bahwa sisa gorengan senantiasa harus dibuang.

Meski beberapa kali gagal, mereka kembali lagi, dengan harapan nanti bisa terjual habis dan gorengan yang luput akan menjadi kenangan baik.


(Penyunting: Shinta Dwi Ayu | Editor: Abdul Haris Maulana)