Implikasi Pembatalan Kenaikan PPN Terhadap APBN dan Pasar Modal

oleh -21 Dilihat
oleh

Pegiat mendengar kabar bahwa Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang akan meningkat dari 11 persen menjadi 12 persen hanyalah berlaku untuk barang mewah, seperti yang dikatakan Presiden Prabowo beberapa jam sebelum pergantian tahun ini, sebenarnya cukup menyenangkan.

Dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 131 Tahun 2024, kemudian beredar pada hari berikutnya, menyebutkan bahwa PPN tetap disebut meningkat 12 persen tetapi ditingkatkan dengan koefisien 11/12, sehingga PPN yang dibayarkan tetap 11 persen.

Hanya untuk barang mewah, koefisiennya adalah 12/12 yang berarti PPN untuk barang mewah jenisnya tertentu sudah ditetapkan dalam PPnBM dan jumlahnya rendah.

Kenaikan PPN yang rencananya dilaksanakan sejak 1 Januari 2025 tepatnya ditunda untuk saat ini.

Dampak Pembatalan Kenaikan Pajak Pendapatan Negara (PPN) Secara Umum terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)

Dengan demikian, keputusan pada saat ‘waktu tambahan’ itu akan membuat kemungkinan penerimaan yang diterima oleh negara akan berkurang dan defisit anggaran akan makin besar.

Menurut berbagai sumber informasi yang saya temukan, jika kenaikan PPN diterapkan, maka pemerintah akan mendapat tambahan pendapatan sekitar Rp75 triliun, sebagaimana diungkap oleh Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, Fabio Kacharibu, beberapa waktu lalu.

Sementara itu, tambahan penerimaan negara dari kenaikan PPN khusus barang mewah seperti yang diterapkan saat ini diduga hanya akan menghasilkan sekitar Rp3,2 triliun.

Di sisi lain, stimulus atau insentif yang telah diberikan sebagai penyangga daya beli masyarakat akibat kenaikan PPN masih tetap akan dilanjutkan, yang menurut catatan Kementerian Keuangan sebesar Rp38,6 triliun.

Dalam kerangka Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), kemudian kondisi ini, pembatalan kenaikan PPN dan percepatan stimulus ekonomi akan meningkatkan defisit sebesar Rp35,4 triliun.

Kalau potensi tambahan income tax seberat Rp75 triliun tetapi tidak terwujud, dianggap sebagai pendapatan APBN, maka pemerintah pasti harus mendapatkan penggantinya

Keuangan negara, menurut Undang-Undang nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara, terdiri dari penerimaan negara yang meliputi pajak, bea dan cukai, pendapatan yang bukan berbentuk pajak (PNBP), yang berasal dari pelepasan sumber daya alam, pendapatan dari kekayaan yang dialihkan, pendapatan dari badan layanan umum, pengelolaan barang negara dan akhirnya pendapatan yang berupa hibah.

Ya, instrumen pendapatan negara itulah pasti akan digunakan untuk menutup defisit akibat gagalnya peningkatan PPN, terutama dengan meningkatkan potensi dari pajak penghasilan perseorangan atau badan usaha.

Atau bisa juga dengan mengoptimalkan pendapatan dari PNBP. Dan apabila harga komoditas utama Indonesia seperti batubara atau kelapa sawit meningkat, tambahan pendapatan bisa di dapat dari situ.

Jika masih kurang, tak ada pilihan lain selain menambah utang, yang semestinya ditandatangani dengan Penerbitan Surat Berharga Negara (SBN).

Konsekuensinya, Jika pilihan tambahan pendapatannya berasal dari pajak, maka Wajib Pajak harus mempersiapkan diri untuk menghadapi pemeriksaan konfirmasi yang lebih ketat atas harta yang belum dilaporkannya.

Apabila sumber tambahan penerimaan negara datang dari biaya layanan publik (PNBP) serta bea hasil dan cukai, persiapankan diri untuk menghadapi potensi naiknya tarif impor.

Jika pemerintah memutuskan untuk berutang, maka keluarnya Seri Nomor Berita Negara (SBN) akan meningkat.

Akan tetapi, sepertinya, untuk menutupi kemungkinan defisit anggaran tersebut, Pemerintah akan membagi beban tersebut secara rata.

Meskipun belum secara pasti, justru belum diketahui pilihan pemerintah untuk mengisi kekosongan anggaran tersebut.

Terlepas dari keputusan pemerintah nanti, situasi itu secara minimal akan menonjolkan persepsi pasar bahwa pemerintah Indonesia saat ini perlu biaya yang cukup besar.

Penghapusan PPN (Pajak Pendapatan Negara) : dampaknya terhadap pasar modal

Penghapusan PPN – dampaknya terhadap pasar modal

Penghapusan PPN pada sudut pandang investor dan perusahaan

1. Dampak akan terjadi pada Suku Bunga Bank (SBI)

2. Dampak akan terjadi pada Laba Perusahaan (EBIT)

3. Dampak akan terjadi pada Pendapatan & EBITDA

Penghapusan PPN – dampaknya terhadap pasar perdagangan

1. Peningkatan Volume Perdagangan

2. Peningkatan Volatilitas Pasar

3. Peningkatan Mobilitas Modal

sekilas tentang Penghapusan PPN

* Apakah akan ada kontribusi analisis lebih lanjut terhadap kebebasan yang akan diciptakan oleh penghapusan PPN?

* Apakah akan ada analisis lebih lanjut terhadap sisi kekurangan penghapusan PPN?

Hasil akhirnya, pasar keuangan, terutama para investor obligasi, akan melihat peluang, untuk meminta bunga tambahan atau yield lebih tinggi, hal ini akan mendorong harga obligasi yang stagnan cenderung berkurang.

Meskipun demikian, berdasarkan beberapa sumber dan analisis yang saya lakukan, tren penurunan harga obligasi karena dampak defisit APBN tidak akan berlangsung lama, hanya pada awal kemunculan anggaran negara baik sistematis dan diberlakukan.

Ketika APBN telah berjalan beberapa waktu, perhatian investor telah beralih ke beberapa faktor yang mempengaruhi nilai obligasi atau SBN, seperti tingkat inflasi yang diprediksi, tren suku bunga domestik, dan kebijakan Bank Sentral Amerika Serikat, The Fed, yang dapat mempengaruhi pasar keuangan.

Sementara terhadap perdagangan saham, jika tarif pajak (PPN) dinaikkan, maka harga jual akhir produk dari perusahaan yang telah menjual sahamnya di pasar modal akan pasti meningkat.

Kenaikan harga tersebut, tentu saja akan membuat masyarakat supaya mengurangi pembelinya, dengan demikian permintaan akan menurun, mempengaruhi emiten tersebut, karena ujung-ujungnya adalah menurunnya pendapatan dan otomatis mengurangi laba mereka.

Perubahan ini tentu saja adalah satu angin segar bagi para perusahaan saham di pasar modal Indonesia, karena besarnya kompilasi pun terasa lebih sederhana, sehingga tidak perlu menyesuaikan harga karena adanya kenaikan PPN.

Perlu diperhatikan bahwa kondisi ini berdasarkan asumsi kenaikan PPN saja, disamping implikasi lainnya.

Saya tahu, kinerja perusahaan emiten juga dapat dipengaruhi beberapa faktor lain selain PPN, seperti misalnya manajemen perusahaan, situasi industri, kondisi ekosistem bisnis, kebijakan pemerintah lainnya.

Hal ini dikarenakan ada banyakna perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia, yaitu 943 perusahaan dari berbagai sektor dan industri, sehingga menurut catatan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), untuk menentukan dampak negatif atau positif dari pembatalan pengenaan pajak pertambahan nilai secara umum merupakan hal yang cukup sulit.

Pertukaran dengan obligasi yang diterbitkan oleh Pemerintah akan mengukur dampaknya dari aspek penyertaannya.

Biasanya, semakin besar defisit APBN, maka pemerintah akan menerbitkan SBN sebanyak itu. Defisit APBN dihitung dengan menentukan berapa besar pendapatan negara dikurangi belanja negara.

Jadi, secara umum, pembatalan kenaikan pajak penghasilan bersih (PPN) akan mempengaruhi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) terutama potensi melebarnya defisit negara.

Situasi defisit anggaran sangat berpotensi menambah jumlah utang negara, yang biasanya dihasilkan melalui penerbitan Surat Berharga Negara (SBN).

Semakin besar kemampuan dan kebutuhan pemerintah terungkap, semakin tinggi pula permintaan yang timbul di pasar untuk mendapatkan keuntungan yang lebih besar dari masa lalu.

Kondisi ini nantinya akan meningkatkan biaya dana bantuan keuangan negara. Oleh karena itu, sudah saatnya APBN digunakan secara efektif.

Penutup

Pembatalan pajak tambahan di waktu terakhir telah menciptakan ketegangan di pasar saham. Para investor akan lebih berhati-hati dalam menentukan alokasi dana mereka karena khawatir akan potensi peningkatan risiko.

Kenaikan defisit anggaran dapat mendorong pemerintah untuk menerbitkan lebih banyak Surat Berharga Negara (SBN), sehingga harga obligasi menurun dan hasil obligasi meningkat.

Selain itu, ketidakpastian fiskal bisa menurunkan minat investor asing untuk berinvestasi di pasar saham Indonesia.